
Sistem kesehatan nasional Indonesia sedang berada di titik persimpangan penting. Pasca-pandemi, pemerintah mencanangkan enam pilar Transformasi Kesehatan, yang berfokus pada pembangunan sistem yang lebih tangguh, merata, dan berorientasi pada pencegahan. Meskipun demikian, perjalanan menuju Indonesia Sehat penuh dengan tantangan struktural dan perubahan tren penyakit yang harus diatasi secara holistik.
Berikut adalah tiga isu kesehatan nasional krusial yang menuntut perhatian dan kebijakan segera:
1. Mencegah Lebih Sulit Daripada Mengobati: Krisis Gaya Hidup dan Penyakit Tidak Menular (PTM)
Data terkini dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG) menunjukkan rapor merah terkait gaya hidup masyarakat: hampir 95% orang dewasa Indonesia memiliki kurang aktivitas fisik, dan persentase obesitas juga cukup tinggi. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran fokus masyarakat dan sistem yang terlalu berorientasi pada aspek kuratif (pengobatan) ketimbang promotif-preventif (pencegahan).
- Ancaman PTM: Kurang gerak dan pola makan yang tidak seimbang menjadi pemicu utama lonjakan PTM, seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung, yang secara substansial membebani Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
- Paradoks Gizi: Selain PTM, Indonesia masih menghadapi masalah kekurangan gizi kronis (stunting) dan penyakit menular (TBC), menunjukkan adanya beban ganda penyakit yang kompleks.
- Kesehatan Mental: Ancaman kesehatan tidak hanya bersifat fisik. Stres ekonomi, ketidakpastian, dan isolasi sosial diprediksi akan terus meningkatkan kasus penyakit mental, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda, yang memerlukan integrasi layanan kesehatan jiwa dalam layanan primer.
Aksi Strategis: Penguatan Layanan Primer melalui Puskesmas dan Posyandu harus direvitalisasi. Anggaran dan fokus harus dialihkan dari rumah sakit ke layanan primer untuk mendeteksi PTM sedini mungkin dan mendorong gerakan hidup sehat melalui sosialisasi panduan seperti CERDIK (Cek kesehatan, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres).
2. Kesenjangan Digital dan Pemerataan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK)
Di era digital, integrasi data menjadi kunci efisiensi layanan. Namun, Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam digitalisasi dan pemerataan sumber daya:
- Fragmentasi Data: Hingga saat ini, masih banyak fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) yang belum terintegrasi dengan teknologi digital. Pencatatan data yang inkonsisten, tumpang tindih, dan format yang beragam menghambat interoperabilitas data.
- Wajib SATUSEHAT: Inisiatif SATUSEHAT oleh Kementerian Kesehatan bertujuan mewujudkan Single Identity Health Record (Satu Data Kesehatan Nasional), namun implementasinya membutuhkan kesiapan infrastruktur, regulasi data, dan transformasi budaya kerja tenaga kesehatan di seluruh daerah, terutama daerah terpencil.
- Disparitas SDMK: Ketersediaan dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang berkualitas masih sangat tidak merata, terutama di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Ini menjadi hambatan utama dalam peningkatan kualitas layanan rujukan dan primer.
Aksi Strategis: Perlu percepatan implementasi RME dan SATUSEHAT di semua tingkat Fasyankes, didukung oleh pelatihan SDMK yang masif. Selain itu, kebijakan afirmatif dan insentif yang menarik perlu dipertimbangkan untuk mendorong penempatan dokter spesialis di daerah yang kekurangan.
3. Ancaman Global dan Ketahanan Sistem Kesehatan
Krisis COVID-19 membuka mata kita terhadap lemahnya ketahanan sistem kesehatan nasional. Ancaman kesehatan tidak hanya datang dari masalah internal, tetapi juga dari faktor global dan lingkungan:
- Penyakit Menular Baru (Zoonosis): Risiko pandemi baru, seperti potensi mutasi virus H5N1 atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis) lainnya, tetap menjadi ancaman serius.
- Resistensi Antimikroba (AMR): Timbulnya patogen resisten, termasuk TBC resisten obat, merupakan ancaman berbiaya tinggi yang dapat membuat penyakit yang tadinya mudah diobati menjadi sulit diatasi.
- Dampak Perubahan Iklim: Perubahan iklim dapat memperluas habitat vektor penyakit seperti nyamuk Aedes aegypti, yang berpotensi meningkatkan kasus DBD dan penyakit pernapasan akibat polusi udara/kebakaran hutan.
Aksi Strategis: Perluasan investasi dalam fungsi Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) untuk penguatan surveilans dan deteksi dini, serta membangun industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri untuk memastikan kemandirian dan ketahanan pasokan obat dan alat esensial.
Transformasi kesehatan adalah sebuah maraton yang membutuhkan komitmen jangka panjang, kolaborasi lintas sektor, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Dengan fokus pada tiga isu krusial ini, Indonesia dapat mewujudkan visi sistem kesehatan yang benar-benar berdaya tahan dan berkeadilan.
