
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state) dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Keamanan Maritim dan Pengamanan Wilayah Perbatasan adalah urat nadi pertahanan dan ekonomi Indonesia. Wilayah perairan dan perbatasan Indonesia, yang berhadapan langsung dengan 10 negara tetangga, menjadi area vital yang memerlukan perhatian serius, terutama terkait isu Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing), penyelundupan, dan ancaman geopolitik di laut terbuka.
Laut Natuna Utara: Episentrum Geopolitik Maritim
Laut Natuna Utara (LNU) telah menjadi titik panas (flashpoint) yang paling mendapat sorotan. Wilayah ini menjadi area tumpang tindih kepentingan antara Indonesia dengan klaim nine-dash line Tiongkok.
- Pelanggaran Kedaulatan: Meskipun Indonesia secara tegas menolak klaim historis Tiongkok di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Natuna, insiden masuknya kapal coast guard dan kapal ikan asing (KIA) Tiongkok secara ilegal terus terjadi.
- Strategi Penguatan: Pemerintah meresponsnya dengan peningkatan intensitas patroli bersama TNI Angkatan Laut (TNI AL), Bakamla (Badan Keamanan Laut), dan Polairud. Selain itu, pengembangan pangkalan militer terpadu di pulau-pulau terluar seperti Natuna dan Ranai menjadi langkah strategis untuk memperkuat deterrence effect (daya gentar).
Pakar Maritim: “Kedaulatan di Natuna tidak bisa ditawar. Pengamanan yang kredibel tidak hanya mengandalkan diplomasi, tetapi juga kemampuan penegakan hukum dan kehadiran alutsista yang mumpuni di lapangan.”
Tantangan Ilegal Fishing dan Penyelundupan
IUU Fishing adalah kejahatan transnasional terorganisasi yang menyebabkan kerugian ekonomi negara hingga triliunan rupiah per tahun. Selain itu, wilayah perbatasan laut menjadi jalur empuk bagi kegiatan penyelundupan, mulai dari narkotika, barang-barang ilegal, hingga perdagangan manusia.
- Sinergi Penegakan Hukum: Diperlukan sinergi yang lebih erat antara Bakamla (sebagai koordinator keamanan maritim), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI AL, dan Bea Cukai. Tumpang tindih kewenangan seringkali menjadi penghalang utama dalam penindakan yang efektif.
- Penguatan Teknologi: Pemanfaatan teknologi seperti Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) dan drone untuk memantau perairan terpencil adalah solusi mendesak untuk menutupi keterbatasan jumlah kapal patroli.
Pengamanan Perbatasan Darat dan Pulau Terluar
Keamanan perbatasan tidak hanya terbatas di laut, tetapi juga di darat, terutama di perbatasan Kalimantan (dengan Malaysia) dan Papua (dengan Papua Nugini).
- Operasi Satgas Pamtas: Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) TNI memiliki peran ganda: menjaga patok batas (demarkasi), mencegah illegal logging, dan melakukan operasi teritorial (TNI Manunggal Membangun Desa – TMMD) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.
- Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN): Pembangunan dan modernisasi PLBN di berbagai titik perbatasan, seperti Entikong, Motaain, dan Skouw, bertujuan tidak hanya untuk keamanan, tetapi juga menggerakkan pusat ekonomi baru dan menunjukkan wajah terdepan Indonesia yang modern.
Jalan Menuju Pertahanan Maritim yang Kuat
Untuk mengatasi tantangan keamanan maritim dan perbatasan, langkah-langkah strategis berikut harus dipertahankan:
- Penguatan Bakamla: Peningkatan kapasitas Bakamla, baik dari sisi alutsista (kapal dan pesawat) maupun kewenangan, sangat penting untuk efektivitas penegakan hukum di laut.
- Modernisasi Alutsista TNI AL: Prioritas pengadaan kapal patroli, kapal Offshore Patrol Vessel (OPV), dan sistem radar canggih di wilayah perbatasan yang rawan.
- Diplomasi Pertahanan: Mengintensifkan kerjasama patroli terkoordinasi dengan negara-negara tetangga (seperti Filipina, Malaysia, dan Singapura) untuk mengatasi kejahatan lintas batas secara kolektif.
Dengan luasnya wilayah yang harus dijaga, Indonesia dituntut untuk terus mengintegrasikan kekuatan pertahanan laut, darat, dan udara, menjadikan setiap perairan dan pulau terluar sebagai garis depan kedaulatan yang tidak dapat ditembus.
