
Di tengah dinamika geopolitik global dan regional yang kian memanas, Modernisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis bagi Indonesia. Program ini, yang didorong oleh target pemenuhan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force – MEF) Tahap III, beriringan dengan upaya masif untuk memperkuat Industri Pertahanan Nasional (IMEN) demi mencapai kemandirian dan mengurangi ketergantungan impor.
Tuntutan MEF dan Belanja Alutsista yang Bijak
Rencana strategis (Renstra) pembangunan kekuatan TNI, yang dikenal sebagai MEF, telah memasuki Tahap III (2020-2024). Meskipun terdapat tantangan dalam capaian yang masih belum mencapai target 100%, komitmen modernisasi terus dipercepat, mencakup pengadaan platform tempur canggih di tiga matra:
- Matra Udara: Pengadaan jet tempur generasi 4.5 seperti Dassault Rafale (Prancis) dan upaya kerja sama dalam pengembangan pesawat KF-21 Boramae.
- Matra Laut: Pembangunan dan peremajaan kapal perang, termasuk fregat, kapal selam, dan kapal patroli, dengan melibatkan peran signifikan dari PT PAL Indonesia.
- Matra Darat: Modernisasi kendaraan tempur, termasuk tank tempur utama Leopard 2 dan pengembangan kendaraan taktis ringan (Rantis) buatan dalam negeri, seperti Maung.
Pengadaan ini, seperti yang ditekankan oleh Presiden, harus dilakukan secara bijak dengan fokus pada aspek transfer teknologi (ToT) dan local content untuk memberikan dampak pengganda (multiplier effect) pada ekonomi nasional.
Jantung Strategi: Membangun Industri Pertahanan yang Mandiri
Kemandirian pertahanan bukan sekadar slogan, melainkan pilar utama yang menentukan kedaulatan industri sebuah bangsa. Pemerintah telah menunjuk BUMN strategis yang tergabung dalam klaster pertahanan, di antaranya Defend ID, untuk menjadi ujung tombak dalam mencapai kemandirian tersebut.
| BUMN Strategis | Fokus Pengembangan | Kontribusi Utama |
| PT Dirgantara Indonesia (PTDI) | Pesawat (N219, CN235) dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) | Perakitan drone serang (seperti Anka), dan pengembangan kedirgantaraan. |
| PT PAL Indonesia | Kapal Perang (Frigat, Kapal Selam, LPD) | Pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul (MRO) serta pembangunan kapal perang. |
| PT Pindad | Senjata, Amunisi, dan Kendaraan Tempur Darat | Produksi munisi kaliber kecil, senjata ringan, dan rantis Maung. |
Kemandirian industri ini menjamin pasokan Alutsista dan suku cadang saat darurat, serta melindungi Indonesia dari potensi embargo atau tekanan geopolitik yang dapat mengganggu kesiapan tempur.
Tantangan Menuju Pertahanan Cerdas dan Efisien
Meskipun langkah modernisasi menunjukkan kemajuan, terdapat sejumlah tantangan yang harus diatasi:
- Pendanaan Jangka Panjang: Modernisasi Alutsista membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara anggaran pertahanan Indonesia masih relatif kecil dibandingkan negara-negara kawasan. Diperlukan reformasi anggaran dan skema pembiayaan yang inovatif, termasuk pinjaman luar negeri yang terencana.
- Kesenjangan Teknologi: Indonesia harus aktif mengintegrasikan teknologi modern seperti drone otonom, Artificial Intelligence (AI) untuk analisis intelijen, dan sistem siber. Hal ini menuntut penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) militer yang mampu mengoperasikan dan merawat sistem canggih ini.
- Optimalisasi Transfer Teknologi (ToT): ToT seringkali menjadi titik lemah dalam proses pengadaan. Kontrak harus menjamin adanya ahli teknologi dan penguatan SDM lokal sebagai prioritas, agar pembelian Alutsista tidak hanya berhenti pada penggunaan, tetapi juga penguasaan teknologi.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa kemandirian industri pertahanan adalah kunci untuk menciptakan efek gentar (deterrence effect) yang kredibel dan sekaligus menjadi investasi jangka panjang yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dengan terus mendorong sinergi antara kebijakan pengadaan Alutsista dan penguatan ekosistem IMEN, Indonesia berpeluang besar untuk memiliki postur pertahanan yang kuat, profesional, dan mandiri, yang pada akhirnya akan menjamin stabilitas regional dan kedaulatan nasional.
