
Isu Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan stabilitas keamanan di wilayah tersebut terus menjadi sorotan nasional yang kompleks dan berkelanjutan. Pasca-pemberlakuan UU Nomor 21 Tahun 2001 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2021, kebijakan desentralisasi asimetris ini diharapkan menjadi solusi politik dan kesejahteraan yang dapat meredam konflik berkepanjangan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa upaya mencapai kedamaian yang utuh masih menghadapi tantangan besar, terutama dengan eskalasi aksi kekerasan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Evaluasi Otsus: Dana Besar, Kesejahteraan Belum Merata
Lebih dari dua dekade implementasi Otsus, pemerintah telah mengucurkan Dana Otsus yang jumlahnya fantastis, dengan harapan dapat mengungkit pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan bagi Orang Asli Papua (OAP).
- Pembaruan Dana dan Kewenangan: Perubahan UU Otsus Jilid II memperpanjang alokasi Dana Otsus hingga 2041 dan meningkatkan persentase dana dari 2% menjadi 2,25% dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Perubahan ini juga mencakup mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan afirmasi keterwakilan OAP dalam politik lokal.
- Tantangan Tata Kelola: Meskipun dana yang diterima besar, banyak pihak, termasuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dan akademisi, menilai bahwa implementasi dan tata kelola dana Otsus belum optimal. Masih terjadi kesenjangan yang signifikan antara alokasi anggaran dengan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di tingkat akar rumput, memunculkan istilah “Kutukan Sumber Daya Alam” di tengah kekayaan yang melimpah.
Stabilitas Keamanan: Pergeseran Pendekatan yang Kritis
Kondisi keamanan di beberapa wilayah di Papua masih diwarnai oleh aksi kekerasan, penembakan, dan teror yang dilakukan oleh KKB—yang oleh pemerintah telah diklasifikasikan sebagai kelompok teroris. Aksi-aksi ini tidak hanya menargetkan aparat keamanan, tetapi juga masyarakat sipil dan fasilitas publik, yang secara langsung menghambat laju pembangunan dan upaya peningkatan kesejahteraan.
- Pendekatan Keamanan vs. Kesejahteraan: Selama bertahun-tahun, perdebatan kritis muncul mengenai pendekatan yang paling efektif. Banyak pihak, termasuk Komnas HAM dan pegiat hak asasi, mengusulkan perubahan pendekatan dari keamanan yang berlebihan menuju pendekatan yang lebih humanis, dialogis, dan berorientasi pada penyelesaian akar masalah (seperti masalah sejarah, pelanggaran HAM di masa lalu, dan diskriminasi).
- Peran TNI dan Polri: Pemerintah melalui TNI dan Polri terus berupaya menjaga integrasi dan stabilitas. Strategi yang dijalankan mencoba mengombinasikan penegakan hukum terhadap KKB dengan pendekatan teritorial (operasi teritorial) yang berfokus pada pembangunan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Kehadiran aparat keamanan di pedalaman dianggap penting untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Mencari Solusi Komprehensif: Dialog dan Keadilan
Efektivitas Otsus dan upaya menjaga stabilitas keamanan di Papua sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menyelesaikan akar masalah yang fundamental.
- Dialog dan Kepercayaan: Diperlukan format dialog yang konstruktif dan melibatkan semua elemen masyarakat Papua (tokoh adat, agama, pemuda, dan intelektual) untuk membangun kembali rasa percaya. Otsus dianggap sebagai sarana resolusi konflik, namun gagal jika tidak disertai dengan kepercayaan.
- Penegakan Hukum dan HAM: Isu keadilan hukum, khususnya terkait kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, harus dituntaskan secara serius untuk memberikan rasa keadilan. Penyelesaian masalah HAM menjadi kunci untuk menghilangkan salah satu pendorong utama gerakan separatisme.
- Optimalisasi Pengawasan Dana: Pengawasan yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif diperlukan agar dana Otsus benar-benar terdistribusi dan memberikan dampak positif pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) OAP.
Pada akhirnya, Otonomi Khusus hanya akan efektif jika didukung oleh stabilitas keamanan yang berkelanjutan, dan stabilitas keamanan hanya akan tercapai jika akar masalah ketidakadilan dan ketidakmerataan kesejahteraan ditangani secara holistik dan humanis.
